PENJELASAN TENTANG UU NO 17 TAHUN 2008 TENTANG PELABUHAN


 Image result for PELABUHAN
P E N J E L A S A N A T A S
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2008
TENTANG
P  E  L  A  Y  A  R  A  N




I.        UMUM

Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dianugerahi sebagai negara kepulauan yang terdiri atas beribu pulau, sepanjang garis khatulistiwa, di antara dua benua dan dua samudera sehingga mempunyai posisi dan peranan penting dan strategis dalam hubungan antarbangsa.
Posisi strategis Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dimanfaatkan secara maksimal sebagai modal dasar pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mewujudkan Indonesia yang aman, damai, adil,  dan demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dalam rangka  pelaksanaan  pembangunan  nasional  dan  perwujudan Wawasan Nusantara,  perlu  disusun  sistem  transportasi  nasional  yang efektif dan efisien, dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia, barang, dan jasa, membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis, serta mendukung pengembangan wilayah dan lebih memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, turut mendukung pertahanan  dan  keamanan,  serta  peningkatan  hubungan  internasional.
Transportasi merupakan sarana untuk memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, dalam rangka memantapkan perwujudan  Wawasan  Nusantara,  meningkatkan  serta mendukung pertahanan dan keamanan negara, yang selanjutnya dapat mempererat hubungan antarbangsa.
Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada penyelenggaraannya yang mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara serta semakin meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas orang dan barang dalam negeri serta ke dan dari luar negeri.

Di . . .



Di samping itu, transportasi juga berperan sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar tetapi belum berkembang, dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya.
Menyadari pentingnya peran transportasi tersebut, angkutan laut sebagai salah satu moda transportasi harus ditata dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional yang terpadu dan mampu mewujudkan penyediaan jasa transportasi yang seimbang sesuai dengan tingkat kebutuhan dan tersedianya pelayanan angkutan yang selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi,  teratur,  lancar  dan  cepat,  mudah  dicapai,  tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, polusi rendah, dan efisien.
Angkutan laut yang mempunyai karakteristik pengangkutan  secara nasional dan menjangkau seluruh wilayah melalui perairan perlu dikembangkan potensi dan ditingkatkan peranannya sebagai penghubung antarwilayah, baik nasional maupun internasional termasuk lintas batas, karena digunakan  sebagai  sarana  untuk  menunjang,  mendorong,  dan menggerakkan pembangunan nasional dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menjadi perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mengingat penting dan strategisnya peranan angkutan laut yang menguasai hajat hidup orang banyak maka keberadaannya dikuasai oleh negara yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah.
Dalam perjalanan waktu, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran perlu  dilakukan  penyesuaian  karena  telah  terjadi  berbagai perubahan paradigma  dan  lingkungan  strategis,  baik  dalam  sistem  ketatanegaraan Indonesia seperti penerapan otonomi daerah atau adanya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain itu, pengertian istilah “pelayaran” sebagai sebuah sistem pun telah berubah dan terdiri dari angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, serta perlindungan lingkungan maritim, yang selanjutnya memerlukan  penyesuaian  dengan  kebutuhan  dan perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan dan teknologi agar dunia pelayaran dapat berperan di dunia internasional.
Atas dasar hal tersebut di atas, maka disusunlah Undang-Undang tentang Pelayaran yang merupakan penyempurnan dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992, sehingga penyelenggaraan pelayaran sebagai sebuah sistem dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat, bangsa dan  negara,  memupuk  dan  mengembangkan  jiwa  kebaharian, dengan mengutamakan kepentingan umum, dan kelestarian lingkungan, koordinasi antara pusat dan daerah, serta pertahanan keamanan negara.

Undang-Undang . . .





Undang-Undang tentang Pelayaran yang memuat empat unsur utama yakni angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, serta perlindungan lingkungan maritim dapat diuraikan sebagai berikut:
a.      pengaturan untuk  bidang  angkutan  di  perairan  memuat  prinsip  pelaksanaan asas cabotage dengan cara pemberdayaan angkutan laut nasional yang memberikan iklim kondusif guna memajukan industri angkutan di  perairan,  antara  lain adanya  kemudahan  di  bidang perpajakan, dan  permodalan  dalam  pengadaan  kapal  serta  adanya kontrak jangka panjang untuk angkutan;
Dalam rangka pemberdayaan industri angkutan laut nasional, dalam Undang Undang ini diatur pula mengenai hipotek kapal. Pengaturan ini merupakan salah satu upaya untuk meyakinkan kreditor bahwa kapal Indonesia dapat dijadikan agunan berdasarkan peraturan perundang- undangan, sehingga  diharapkan  perusahaan  angkutan  laut  nasional akan mudah memperoleh dana untuk pengembangan armadanya;
b.      pengaturan untuk bidang kepelabuhanan memuat ketentuan mengenai penghapusan monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan operator serta memberikan peran serta  pemerintah daerah dan swasta secara proposional di dalam penyelenggaraan kepelabuhanan;
c.       pengaturan untuk bidang keselamatan dan keamanan  pelayaran memuat ketentuan yang mengantisipasi kemajuan teknologi dengan mengacu pada konvensi internasional yang cenderung menggunakan peralatan mutakhir pada sarana dan prasarana  keselamatan pelayaran, di samping  mengakomodasi  ketentuan  mengenai  sistem  keamanan pelayaran yang  termuat  dalam  “International Ship and Port Facility Security Code”; dan
d.      pengaturan untuk bidang perlindungan lingkungan maritim memuat  ketentuan mengenai  pencegahan  dan  penanggulangan  pencemaran  lingkungan laut yang bersumber dari pengoperasian kapal dan sarana sejenisnya dengan mengakomodasikan ketentuan internasional terkait seperti “International Convention for the Prevention of  Pollution from Ships”.


Selain . . .



Selain hal tersebut di atas, yang juga diatur secara tegas dan jelas dalam Undang-Undang ini adalah pembentukan institusi di bidang penjagaan laut dan pantai (Sea and Coast Guard) yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri. Penjaga laut dan pantai memiliki fungsi komando dalam penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, dan fungsi koordinasi di bidang penegakan hukum di luar keselamatan pelayaran. Penjagaan  laut dan pantai tersebut merupakan pemberdayaan Badan Koordinasi Keamanan Laut  dan  perkuatan  Kesatuan  Penjagaan  Laut  dan  Pantai. Diharapkan dengan pengaturan ini penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran dapat dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi dengan baik sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan penegakan  hukum  di  laut  yang  dapat  mengurangi  citra Indonesia dalam pergaulan antarbangsa.
Terhadap Badan Usaha Milik Negara yang selama ini telah menyelenggarakan kegiatan pengusahaan pelabuhan tetap dapat menyelenggarakan kegiatan yang sama dengan mendapatkan pelimpahan kewenangan Pemerintah, dalam upaya meningkatkan peran Badan Usaha Milik Negara guna mendukung pertumbuhan ekonomi.
Dengan diundangkannya Undang-Undang tentang Pelayaran ini, berbagai ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan pelayaran, antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wet Borepublikek Van Koophandel), Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim Tahun 1939, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa  tentang Hukum Laut 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea, 1982), Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang  Perikanan, dan sepanjang menyangkut  aspek  keselamatan  dan  keamanan  pelayaran tunduk pada pengaturan Undang-Undang tentang Pelayaran ini.
Dalam Undang-Undang ini diatur hal-hal yang bersifat pokok, sedangkan yang bersifat  teknis  dan  operasional  akan  diatur  dalam  Peraturan  Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya.

II.      PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2 . . .




Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud ”asas manfaat” adalah pelayaran harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan bagi warga negara, serta  upaya  peningkatan  pertahanan  dan  keamanan  negara.

Huruf b
Yang dimaksud ”asas usaha bersama dan kekeluargaan” adalah penyelenggaraan usaha di bidang pelayaran dilaksanakan untuk mencapai tujuan nasional yang dalam kegiatannya dapat  dilakukan oleh  seluruh  lapisan  masyarakat  dan  dijiwai  oleh semangat kekeluargaan.

Huruf c
Yang dimaksud dengan ”asas persaingan sehat” adalah penyelenggaraan  angkutan      perairan  di  dalam  negeri harus mampu mengembangkan usahanya secara mandiri,  kompetitif, dan profesional.

Huruf d
Yang dimaksud dengan ”asas adil dan merata tanpa diskriminasi” adalah penyelenggaraan  pelayaran  harus  dapat  memberikan pelayanan yang  adil  dan  merata  kepada  segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat tanpa membedakan suku, agama, dan keturunan serta tingkat ekonomi.

Huruf e
Yang dimaksud  dengan  “asas  keseimbangan,  keserasian,  dan keselarasan” adalah pelayaran harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga  terdapat  keseimbangan,  keserasian,  dan keselarasan antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan international.

Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas kepentingan umum” adalah penyelenggaraan pelayaran  harus  mengutamakan  kepentingan masyarakat luas.



Huruf g
Yang dimaksud  dengan  “asas  keterpaduan”  adalah  pelayaran harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan  saling  mengisi  baik intra-maupun  antarmoda transportasi.

Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas tegaknya hukum” adalah Undang- Undang ini mewajibkan kepada Pemerintah untuk menegakkan  dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara  Indonesia  untuk  selalu  sadar  dan  taat  kepada hukum dalam penyelenggaraan pelayaran.

Huruf i
Yang dimaksud  dengan  “asas  kemandirian”  adalah  pelayaran harus bersendikan kepada kepribadian bangsa, berlandaskan pada kepercayaan akan  kemampuan  dan  kekuatan  sendiri,  mengutamakan kepentingan nasional  dalam  pelayaran  dan  memperhatikan pangsa muatan yang wajar dalam angkutan di perairan dari dan ke luar negeri.

Huruf j
Yang dimaksud  dengan  “asas  berwawasan  lingkungan  hidup” adalah penyelenggaraan pelayaran harus dilakukan berwawasan lingkungan.

Huruf k
Yang dimaksud dengan “asas kedaulatan negara” adalah penyelenggaraan pelayaran harus dapat menjaga keutuhan wilayah Negara Republik Indonesia.

Huruf l
Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan”  adalah penyelenggaraan pelayaran harus dapat mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan)  dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Termasuk dalam perairan Indonesia adalah perairan daratan  antara lain sungai, danau, waduk, kanal, dan terusan.



Yang dimaksud dengan “kapal” pada huruf b dan huruf c adalah:
a.      kapal yang digerakkan oleh angin adalah kapal layar;
b.      kapal yang digerakkan  dengan tenaga mekanik adalah kapal yang mempunyai alat penggerak mesin, misalnya kapal motor, kapal uap, kapal dengan tenaga matahari, dan kapal nuklir;
c.       kapal yang ditunda atau ditarik adalah kapal yang bergerak dengan menggunakan alat penggerak kapal lain;
d.      kendaraan berdaya dukung dinamis adalah jenis kapal yang dapat dioperasikan di permukaan air atau di atas permukaan air dengan menggunakan daya dukung dinamis yang diakibatkan oleh kecepatan dan/atau rancang bangun kapal itu sendiri, misalnya jet foil, hidro  foil,  hovercraft,  dan  kapal-kapal  cepat  lainnya  yang memenuhi kriteria tertentu;
e.      kendaraan di bawah permukaan air adalah jenis kapal yang mampu bergerak di bawah permukaan air; dan
f.        alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah adalah alat apung dan bangunan terapung yang tidak mempunyai alat penggerak sendiri, serta ditempatkan di suatu lokasi perairan tertentu dan  tidak  berpindah-pindah  untuk  waktu  yang  sama, misalnya hotel terapung, tongkang akomodasi (acomodation barge) untuk menunjang kegiatan lepas pantai dan tongkang penampung minyak (oil storage barge), serta unit pengeboran lepas pantai berpindah (mobile offshore drilling units/modu).

Pasal 5
Ayat (1)
Pengertian dikuasai oleh negara adalah bahwa negara mempunyai hak penguasaan  atas  penyelenggaraan  pelayaran  yang perwujudannya meliputi  aspek  pengaturan,  pengendalian,  dan pengawasan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.



Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Ayat (1)
Penggunaan kapal berbendera Indonesia oleh perusahaan angkutan laut nasional dimaksudkan dalam rangka pelaksanaan asas cabotage guna melindungi kedaulatan negara (sovereignity) dan mendukung perwujudan Wawasan Nusantara serta memberikan kesempatan  berusaha  yang  seluas-luasnya  bagi perusahaan angkutan laut nasional dalam memperoleh pangsa muatan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “intramoda” meliputi angkutan laut dalam negeri, angkutan laut luar negeri, angkutan laut khusus, dan angkutan pelayaran-rakyat.
Yang dimaksud dengan “antarmoda” adalah keterpaduan transportasi darat, transportasi laut, dan transportasi udara.
Intra dan antarmoda tersebut merupakan satu kesatuan transportasi nasional.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “trayek tetap dan teratur (liner)” adalah pelayanan angkutan laut yang dilakukan secara tetap dan teratur dengan berjadwal dan menyebutkan pelabuhan singgah.
Yang dimaksud dengan “trayek tidak tetap dan tidak teratur (tramper)” adalah pelayanan angkutan laut yang dilakukan secara tidak tetap dan tidak teratur.



Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “jaringan trayek” adalah kumpulan dari trayek yang menjadi satu kesatuan pelayanan angkutan penumpang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Penyusunan jaringan trayek tetap dan teratur dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dan usaha kepada pengguna jasa dan penyedia jasa angkutan laut.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Yang dimaksud  dengan  “keseimbangan  permintaan  dan tersedianya ruangan  kapal (supply and demand)”  adalah terwujudnya pelayanan pada suatu trayek yang dapat diukur dengan tingkat faktor muat (load factor) tertentu.
Penyelenggaraan angkutan laut yang telah melakukan keperintisan dengan menempatkan kapalnya pada jaringan trayek tetap dan teratur perlu diberikan proteksi sampai batas waktu tertentu.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Ayat (8)
Cukup jelas.



Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pangsa muatan yang wajar” adalah bahwa wajar tidak selalu dalam arti memperoleh bagian yang sama (equal share), tetapi memperoleh pangsa sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, misalnya dalam perjanjian bilateral, konvensi internasional yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dan peraturan lainnya. Khusus untuk barang milik Pemerintah perlu diupayakan agar pengangkutannya dilaksanakan oleh perusahaan angkutan laut nasional.

Perusahaan angkutan laut nasional dapat melakukan kerja sama dengan perusahaan  angkutan  laut asing  untuk  menetapkan perjanjian perolehan pangsa muatan (fair share agreement).

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “perusahaan nasional” adalah perusahaan angkutan laut nasional dan badan usaha yang khusus didirikan untuk kegiatan keagenan yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “secara berkesinambungan” adalah bahwa kegiatan angkutan laut ke atau dari pelabuhan Indonesia yang terbuka untuk  perdagangan  luar  negeri  yang  dilakukan  oleh perusahaan angkutan laut asing secara terus menerus dan tidak terputus.

Pasal 12
Cukup jelas.



Pasal 13
Ayat (1)
Termasuk dalam  kegiatan  angkutan  laut  khusus  antara  lain  kegiatan angkutan yang dilakukan oleh usaha bidang industri,  pariwisata, pertambangan, pertanian serta kegiatan khusus seperti penelitian, pengerukan,  kegiatan  sosial,  dan  sebagainya,  serta tidak melayani pihak lain dan tidak mengangkut barang umum.
Angkutan laut khusus  baik  dalam negeri  maupun luar  negeri dapat diselenggarakan dalam rangka memenuhi kebutuhan yang karena sifat muatannya belum dapat diselenggarakan oleh penyedia jasa angkutan laut umum.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan izin operasi adalah izin yang diberikan kepada pelaksana  kegiatan  angkutan  laut khusus  berkaitan dengan pengoperasian kapalnya guna menunjang usaha  pokoknya.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud “usaha masyarakat” adalah usaha yang dilakukan  oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan mendorong usaha-usaha yang bersifat kooperatif.

Usaha . . .



Usaha masyarakat tersebut memiliki ciri dan sifat tradisional yaitu mengandung nilai-nilai budaya bangsa yang tidak hanya terdapat pada cara pengelolaan usaha serta pengelolanya misalnya mengenai hubungan kerja antarpemilik kapal dengan awak kapal, tetapi juga pada jenis dan bentuk kapal yang digunakan. Hal-hal tersebut perlu  dilestarikan  dan  dikembangkan  dengan memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Yang dimaksud dengan “karakteristik tersendiri” yaitu antara lain sebagai berikut :
a.      ukuran dan tipe kapal yang tertentu (pinisi, lambo, nade, dan lete);
b.      tenaga penggerak angin dengan menggunakan layar atau mesin dengan tenaga kurang dari 535 TK atau 535 TK X 0,736 = 393,76 KW;
c.       pengawakan yang  mempunyai  kualifikasi  berbeda  dengan  kualifikasi yang ditetapkan bagi kapal;
d.      lingkup operasinya dapat menjangkau daerah terpencil yang tidak memiliki fasilitas pelabuhan dan kedalaman air yang rendah serta negara yang berbatasan; dan
e.      Kegiatan bongkar  muat  dilakukan  dengan  tenaga  manusia (padat karya).

Ayat (2)
Yang dimaksud  dengan  “orang  perseorangan  warga  negara Indonesia” adalah orang perorangan (pribadi) yang memenuhi persyaratan untuk berusaha di bidang angkutan laut pelayaran- rakyat.
Persyaratan tersebut antara lain Kartu Tanda Penduduk, surat laik kapal sungai dan danau, keterangan domisili, dll.

Pasal 16
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya memberikan pelindungan terhadap kelangsungan usaha angkutan laut pelayaran-rakyat, dan diarahkan untuk  memenuhi  tuntutan pasar, di  samping  melakukan  kegiatan  angkutan,  dapat  pula melakukan kegiatan bongkar muat dan  kegiatan  ekspedisi muatan, tanpa mengurangi pembinaan terhadap unsur angkutan lainnya di perairan.



Ayat (2)
Pengembangan angkutan laut pelayaran-rakyat dapat dilakukan oleh Pemerintah  dalam  bentuk  pengaturan,  bimbingan,  dan pelatihan dengan memanfaatkan karakteristiknya.
Angkutan laut pelayaran-rakyat dapat melayari angkutan sungai dan danau sepanjang memenuhi persyaratan alur dan kedalaman sungai dan danau.
Yang dimaksud dengan “meningkatkan kemampuannya sebagai lapangan usaha  angkutan  laut  nasional  dan  lapangan  kerja” adalah dengan memberikan kemudahan mendapatkan permodalan dari lembaga keuangan.

Ayat (3)
Kegiatan angkutan laut pelayaran-rakyat selain melakukan kegiatan angkutan pelayaran-rakyat di wilayah perairan Indonesia, juga dapat menyinggahi pelabuhan negara tetangga (lintas batas) yang berbatasan dalam rangka melakukan kegiatan perdagangan tradisional antarnegara.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Ayat (1)
Penggunaan kapal berbendera Indonesia oleh perusahaan angkutan sungai dan danau di dalam negeri dimaksudkan dalam rangka pelaksanaan asas cabotage guna melindungi kedaulatan negara (sovereignity)  dan  mendukung  perwujudan  Wawasan  Nusantara di negara kepulauan Indonesia.
Yang dimaksud  dengan  “orang  perseorangan  warga  negara Indonesia” adalah orang perorangan (pribadi) yang memenuhi persyaratan untuk  berusaha  di  bidang  angkutan  sungai  dan danau.
Persyaratan antara lain Kartu Tanda Penduduk, surat laik kapal sungai dan danau, dan keterangan domisili.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah negara tetangga“ adalah perjanjian yang telah disepakati antarnegara yang memuat antara lain persyaratan kapal, kuota kapal, dan persyaratan administrasi.



Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “intramoda” dalam kegiatan angkutan sungai dan danau adalah angkutan penyeberangan.
Yang       dimaksud          dengan         “antarmoda”           adalah         keterpaduan transportasi darat, transportasi laut, dan transportasi udara.
Intra maupun  antarmoda  tersebut  merupakan  satu  kesatuan transportasi nasional.

Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “trayek tetap” adalah pelayanan angkutan sungai dan danau yang dilakukan secara tetap dan teratur dengan berjadwal dan menyebutkan pelabuhan singgah.

Yang dimaksud dengan “trayek tidak tetap dan tidak teratur” adalah pelayanan angkutan sungai dan danau yang dilakukan secara tidak tetap dan tidak teratur.

Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “izin dari Syahbandar” adalah persetujuan berlayar.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Ayat (1)
Penggunaan kapal berbendera Indonesia oleh perusahaan angkutan penyeberangan di dalam negeri dimaksudkan dalam rangka pelaksanaan asas cabotage guna melindungi kedaulatan negara (sovereignity)  dan  mendukung  perwujudan  Wawasan  Nusantara.

Ayat (2)
Kegiatan angkutan penyeberangan antara Negara Republik Indonesia dengan negara tetangga asing dilaksanakan menurut asas timbal balik (reciprocal).



Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “jarak tertentu” adalah bahwa tidak semua daratan yang dipisahkan oleh perairan dihubungkan oleh angkutan penyeberangan, tetapi  daratan yang dihubungkan merupakan pengembangan jaringan jalan dan/atau jaringan  jalur  kereta  api  yang  dipisahkan  oleh perairan, dengan  tetap  memenuhi  karakteristik  angkutan penyeberangan.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Ayat (1)
Pelaksanaan angkutan ke dan dari wilayah terpencil biasanya secara komersial kurang menguntungkan sehingga pelaksana angkutan pada umumnya tidak tertarik untuk melayani rute demikian.



Oleh sebab  itu,  guna  mengembangkan  daerah  tersebut  dan menembus isolasi, angkutan ke dan  dari daerah terpencil dan belum berkembang dengan daerah yang sudah berkembang atau maju diselenggarakan oleh Pemerintah dengan mengikutsertakan pelaksana angkutan di perairan, baik swasta maupun koperasi.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup Jelas.

Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “secara terpadu dengan lintas sektoral berdasarkan pendekatan pembangunan wilayah” adalah bahwa penyusunan usulan trayek angkutan laut perintis dikoordinasikan oleh pemerintah daerah dengan mengikutsertakan instansi terkait serta memperhatikan keterpaduan dengan program sektor lain seperti antara lain perdagangan, perkebunan, transmigrasi, perikanan, pariwisata, pendidikan, dan pertanian dalam rangka pengembangan potensi daerah.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 25
Yang dimaksud dengan “kontrak jangka panjang” adalah paling sedikit untuk jangka waktu lima tahun yang dimaksudkan untuk memberikan jaminan agar perusahaan angkutan laut yang menyelenggarakan pelayaran-perintis dapat melakukan peremajaan kapal.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Kewajiban memiliki izin usaha dalam melakukan kegiatan angkutan di perairan dimaksudkan  sebagai  alat  pembinaan,  pengendalian,  dan pengawasan angkutan di perairan untuk memberikan kepastian usaha dan perlindungan hukum bagi penyedia dan pengguna jasa.



Pasal 28 . . .
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “GT” adalah singkatan dari Gross Tonnage yang berarti, isi kotor kapal secara keseluruhan yang dihitung sesuai dengan ketentuan konvensi internasional tentang pengukuran kapal (International Tonnage Measurement of Ships) tahun 1969.
Ayat (2)
Dalam rangka mengembangkan industri pelayaran nasional dimungkinkan adanya investasi dari asing, sedangkan mengenai kepemilikan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud “barang tertentu” adalah barang milik penumpang, barang curah cair yang dibongkar atau dimuat melalui  pipa, barang curah kering yang dibongkar atau dimuat melalui conveyor atau sejenisnya, barang yang diangkut melalui kapal Ro-Ro, dan semua jenis barang di pelabuhan yang tidak terdapat perusahaan bongkar muat. Sementara itu, untuk bongkar muat barang selain yang disebutkan di atas harus dilakukan oleh perusahaan bongkar muat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “cargodoring” adalah pekerjan melepaskan barang dari tali atau jala (ex tackle) di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang atau lapangan penumpukan selanjutnya menyusun di gudang atau lapangan penumpukan atau sebaliknya.



Yang . . .
Yang dimaksud  dengan  receiving/delivery  adalah  pekerjaan  memindahkan barang dari timbunan atau tempat penumpukan di gudang atau lapangan penumpukan dan menyerahkan sampai tersusun di  atas  kendaraan  di  pintu  gudang  atau  lapangan  penumpukan atau sebaliknya.
Yang dimaksud dengan “stuffing” adalah pekerjaan  penumpukan ke dalam peti kemas yang dilakukan di gudang atau lapangan penumpukan.
Yang dimaksud dengan “stripping” adalah pekerjaan pembongkaran dari dalam peti kemas yang dilakukan di gudang atau di lapangan penumpukan.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Jenis tarif merupakan suatu pungutan atas setiap pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara angkutan laut kepada pengguna jasa angkutan laut.
Struktur tarif merupakan kerangka tarif yang dikaitkan dengan tatanan waktu dan satuan ukuran dari setiap jenis pelayanan jasa angkutan dalam satu paket angkutan.
Golongan tarif merupakan penggolongan tarif yang ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan, klasifikasi, dan fasilitas yang disediakan oleh penyelenggara angkutan.

Pasal 36
Cukup jelas.



Pasal 37 . . .
Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Ayat     (1)
Ketentuan ini  dimaksudkan  agar  perusahaan  angkutan  tidak membedakan perlakuan terhadap pengguna jasa angkutan sepanjang yang bersangkutan telah memenuhi perjanjian pengangkutan yang disepakati.
Perjanjian pengangkutan  harus  dilengkapi  dengan  dokumen pengangkutan sebagaimana  ditetapkan  dalam  perjanjian internasional maupun peraturan perundang-undangan nasional.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”dokumen muatan” adalah Bill of Lading
atau Konosemen dan Manifest.

Ayat (3)
Yang dimaksud dalam “keadaan tertentu” adalah seperti bencana alam, kecelakaan  di  laut,  kerusuhan  sosial  yang  berdampak  nasional, dan negara dalam keadaan bahaya setelah dinyatakan resmi oleh Pemerintah.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kematian atau lukanya penumpang yang diangkut” adalah matinya atau lukanya penumpang   yang diakibatkan  oleh  kecelakaan  selama  dalam pengangkutan dan terjadi di dalam kapal, dan/atau kecelakan pada saat  naik  ke atau  turun  dari kapal,  sesuai  dengan peraturan perundang-undangan.

Huruf b
Tanggung    jawab    tersebut                      sesuai dengan perjanjian pengangkutan dan peraturan perundang-undangan.



Huruf c . . .
Huruf c
Tanggung jawab tersebut meliputi antara lain memberikan pelayanan kepada penumpang dalam batas kelayakan selama menunggu keberangkatan dalam hal terjadi keterlambatan pemberangkatan karena kelalaian perusahaan angkutan di perairan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “pihak ketiga” adalah orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum yang tidak ada kaitannya dengan pengoperasian kapal, tetapi meninggal atau luka atau menderita kerugian akibat pengoperasian kapal.

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud  dengan  “asuransi  perlindungan  dasar”  adalah asuransi sebagaimana  diatur  di  dalam  ketentuan  peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.

Pasal 42
Ayat (1)
Pelayanan khusus  bagi  penumpang  yang  menyandang  cacat,  wanita hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia dimaksudkan agar mereka juga dapat menikmati pelayanan angkutan dengan baik.
Yang dimaksud dengan “fasilitas khusus” dapat  berupa penyediaan jalan khusus di pelabuhan dan sarana khusus untuk naik ke  atau  turun  dari  kapal,  atau  penyediaan  ruang  yang disediakan khusus bagi penempatan kursi roda atau sarana bantu bagi orang sakit yang pengangkutannya mengharuskan dalam posisi tidur.
Yang dimaksud dengan “cacat” misalnya penumpang yang menggunakan kursi roda karena lumpuh, cacat kaki, atau tuna netra dan sebagainya.
Tidak termasuk dalam pengertian orang sakit dalam ketentuan ini adalah orang yang menderita penyakit menular sesuai dengan  peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan “orang lanjut usia” adalah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



Ayat (2) . . .
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Yang dimaksud  dengan  “kapal  khusus  yang  mengangkut  barang  berbahaya” adalah kapal yang dirancang khusus untuk mengangkut barang berbahaya yang antara lain berupa gas, minyak bumi, bahan kimia (chemical), dan radioaktif.

Pasal 47
Cukup jelas

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.



Ayat (3) . . .
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tanggung jawab operator bersifat terbatas” adalah tanggung jawab operator transportasi multi- moda terhadap kerugian yang disebabkan oleh keterlambatan penyerahan adalah terbatas pada suatu jumlah yang sebanding dengan 2 (dua) setengah kali biaya angkut yang harus dibayar atas barang yang terlambat, tetapi tidak melebihi jumlah biaya angkut yang harus dibayar berdasarkan kontrak transportasi multimoda.
Keseluruhan jumlah tanggung jawab yang menjadi beban operator transportasi multimoda tidak boleh melebihi batas tanggung jawab yang diakibatkan oleh kerugian total terhadap barang.

Pasal 54
Cukup jelas.

Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56
Cukup jelas.

Pasal 57
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pemberian fasilitas di bidang pembiayaan dan perpajakan” adalah:
a.      mengembangkan lembaga keuangan nonbank khusus untuk pembiayaan pengadaan armada niaga nasional;
b.      memfasilitasi tersedianya pembiayaan bagi pengembangan armada niaga nasional baik yang berasal dari perbankan dan lembaga keuangan nonbank dengan kondisi pinjaman yang menarik; dan
c.       memberikan insentif fiskal bagi pengembangan dan pengadaan armada angkutan perairan nasional.

Huruf b Cukup jelas.



Huruf c . . .

Huruf c
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kawasan industri perkapalan terpadu” adalah pusat industri yang meliputi antara lain fasilitas pembangunan, perawatan, perbaikan, dan pemeliharaan, yang terintegrasi dengan industri penunjangnya, seperti material kapal, permesinan, dan perlengkapan kapal.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Yang dimaksud “bahan baku dan komponen kapal”  antara  lain material, suku cadang, dan perlengkapan kapal.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h
Cukup jelas.

Pasal 58
Cukup jelas.

Pasal 59
Cukup jelas.

Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas.



Ayat (2) . . .

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “kekuatan eksekutorial” adalah pemegang hipotek dapat menggunakan grosse akta hipotek sebagai landasan hukum untuk  melaksanakan  eksekusi  tanpa  melalui  proses gugatan di pengadilan.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 61
Cukup jelas.

Pasal 62
Cukup jelas.

Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Biaya salvage diprioritaskan dari piutang-pelayaran yang didahulukan lainnya agar tidak mengganggu alur-pelayaran dan kolam pelabuhan yang dapat menghambat kelancaran lalu lintas kapal.



Pasal 67 . . .
Pasal 67
Cukup jelas.

Pasal 68
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pintu gerbang kegiatan perekonomian” adalah sarana perkembangan perekonomian daerah, nasional, dan kegiatan perdagangan internasional.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.

Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pelabuhan laut” adalah pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani angkutan laut  dan/atau angkutan penyeberangan.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Pelabuhan utama berfungsi sebagai:
a.      pelabuhan internasional; dan
b.      pelabuhan hub internasional.
Yang dimaksud  dengan  “Pelabuhan  internasional”  adalah pelabuhan utama  yang  terbuka  untuk  perdagangan  luar negeri.



Yang . . .

Yang dimaksud dengan “Pelabuhan hub internasional” adalah pelabuhan utama  yang  terbuka  untuk  perdagangan  luar negeri dan berfungsi sebagai pelabuhan alih muat (transhipment) barang antarnegara.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 71
Cukup jelas.

Pasal 72
Cukup jelas.

Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kelayakan teknis” antara lain mengenai kondisi perairan (gelombang, arus, kedalaman, dan pasang surut) dan kondisi lahan (kontur permukaan tanah).
Yang dimaksud dengan “kelayakan lingkungan” adalah tempat yang akan digunakan untuk lokasi pelabuhan tidak menganggu lingkungan dan sesuai dengan peruntukannya.

Pasal 74
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “fasilitas pokok” antara lain dermaga, gudang, lapangan penumpukan, terminal penumpang, terminal peti kemas, terminal Ro-Ro,  fasilitas penampungan dan pengolahan limbah, fasilitas bunker,  fasilitas pemadam kebakaran, fasilitas gudang  untuk  bahan  atau  barang berbahaya dan beracun, fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan, serta Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran.




Huruf b . . .
Huruf b
Yang dimaksud  dengan  “fasilitas  penunjang”  antara  lain kawasan perkantoran,  fasilitas  pos dan  telekomunikasi, fasilitas pariwisata dan perhotelan, instalasi air bersih, listrik dan telekomunikasi, jaringan jalan dan rel kereta api, jaringan air limbah, drainase dan sampah, tempat tunggu kendaraan bermotor, kawasan perdagangan, kawasan  industri, dan fasilitas umum lainnya (peribadatan, taman, tempat rekreasi, olahraga, jalur hijau, dan kesehatan).

Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “fasilitas pokok” antara lain alur- pelayaran, perairan tempat labuh, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, perairan tempat alih muat kapal, perairan untuk kapal yang mengangkut bahan  atau barang berbahaya, perairan untuk kegiatan karantina, perairan alur penghubung intrapelabuhan, perairan pandu, dan perairan untuk kapal pemerintah.

Huruf b
Yang dimaksud  dengan  “fasilitas  penunjang”  antara  lain perairan untuk  fasilitas  pembangunan  dan  pemeliharaan kapal, perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar), perairan tempat  kapal  mati,  perairan  untuk  keperluan  darurat, dan perairan untuk kegiatan rekreasi (wisata air).

Pasal 75
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang  dimaksud            dengan “koordinat geografis” adalah koordinat yang ditentukan dengan lintang dan bujur.

Ayat (3)
Cukup jelas.




Ayat (5) . . .
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “dikuasai oleh negara” adalah bahwa negara mempunyai hak penguasaan atas penyelenggaraan daratan dan/atau perairan yang ditetapkan sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan  Daerah  Lingkungan  Kepentingan  pelabuhan  yang perwujudannya meliputi  aspek  pengaturan,  pengendalian,  dan pengawasan.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 76
Ayat (1)
Penetapan Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan untuk pelabuhan laut pengumpan regional ditetapkan oleh gubernur, sedangkan pelabuhan pengumpan lokal ditetapkan oleh bupati/walikota.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 77
Cukup jelas.

Pasal 78
Cukup jelas.

Pasal 79
Cukup jelas.

Pasal 80
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kegiatan pemerintahan lainnya” antara lain kegiatan kehutanan dan pertambangan yang diselenggarakan oleh instansi yang berwenang dalam rangka mencegah pembalakan liar (illegal logging) dan penambangan liar (illegal mining) yang ke luar masuk melalui pelabuhan.



Ayat (4) . . .
Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 81
Cukup jelas.

Pasal 82
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
1 (satu) Otoritas Pelabuhan dan  Unit  Penyelenggara  Pelabuhan dapat membawahi beberapa pelabuhan (cluster).

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “bentuk lainnya” antara lain persewaan lahan, pergudangan, dan penumpukan.
Dalam perjanjian paling sedikit memuat hak dan kewajiban para pihak, kinerja yang harus dicapai oleh Badan  Usaha  Pelabuhan, dan jangka waktu konsesi.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 83
Cukup jelas.

Pasal 84
Cukup jelas.

Pasal 85
Cukup jelas.

Pasal 86
Cukup jelas.



Pasal 87 . . .


Pasal 87
Cukup jelas.

Pasal 88
Cukup jelas.

Pasal 89
Cukup jelas.

Pasal 90
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “kegiatan yang menunjang kelancaran operasional dan memberikan nilai tambah bagi pelabuhan” antara lain perkantoran, fasilitas pariwisata dan perhotelan, instalasi air bersih, listrik  dan  telekomunikasi,  jaringan  air  limbah  dan sampah, pelayanan bunker, dan tempat tunggu kendaraan bermotor.

Pasal 91
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “dalam keadaan tertentu” adalah apabila ternyata terdapat Badan Usaha Pelabuhan yang mampu memanfaatkan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya untuk melayani kegiatan yang memberikan manfaat komersial.



Ayat (5) . . .
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 92
Cukup jelas.

Pasal 93
Cukup jelas.

Pasal 94
Cukup jelas.

Pasal 95
Cukup jelas.

Pasar 96
Ayat (1)
Pada pelabuhan pengumpan regional izin diberikan oleh gubernur, sedangkan pada pelabuhan pengumpan lokal izin diberikan oleh bupati.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 97
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “persyaratan operasional” adalah Standar Operasional Pelabuhan, sumber daya manusia yang mengoperasikan, kesiapan instansi lain seperti karantina, bea cukai, dan imigrasi sesuai kebutuhan.

Ayat (2)
Pada pelabuhan pengumpan regional izin diberikan oleh gubernur, sedangkan pada pelabuhan pengumpan lokal izin diberikan oleh bupati.

Pasal 98
Cukup jelas.

Pasal 99
Cukup jelas.

Pasal 100
Cukup jelas.



Pasal 101 . . .
Pasal 101
Cukup jelas.

Pasal 102
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kegiatan tertentu” adalah kegiatan untuk menunjang kegiatan  usaha  pokok  yang  tidak  terlayani  oleh  pelabuhan karena  sifat  barang  atau  kegiatannya  memerlukan pelayanan khusus atau karena lokasinya jauh dari pelabuhan.
Kegiatan usaha pokok yang dimaksud antara lain adalah:
a.      pertambangan;
b.      energi;
c.       kehutanan;
d.      pertanian;
e.      perikanan;
f.        industri; dan
g.      dok dan galangan kapal.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 103
Cukup jelas.

Pasal 104
Cukup jelas.

Pasal 105
Cukup jelas.

Pasal 106
Cukup jelas.

Pasal 107
Cukup jelas.

Pasal 108
Cukup jelas.

Pasal 109
Cukup jelas.



Pasal 110 . . .
Pasal 110
Cukup jelas.

Pasal 111
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “aspek administrasi” adalah rekomendasi dari gubernur, bupati/walikota, dan Syahbandar setempat.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “aspek ekonomi” adalah menunjang industri tertentu,  dengan  arus  barang  khusus  bervolume besar.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “aspek keselamatan dan keamanan pelayaran” adalah  dipenuhinya  kedalaman  perairan  dan kolam pelabuhan, Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, stasiun radio pantai, termasuk sarana dan prasarana, serta sumber  daya manusia.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “aspek teknis fasilitas kepelabuhanan” adalah fasilitas pokok, fasilitas penunjang, serta fasilitas pencegahan dan penanggulangan pencemaran.

Huruf e Cukup jelas.

Huruf f Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.



Pasal 112 . . .
Pasal 112
Cukup jelas.

Pasal 113
Cukup jelas.

Pasal 114
Cukup jelas.

Pasal 115
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah peraturan mengenai pemerintahan daerah.

Pasal 116
Cukup jelas.

Pasal 117
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.



Huruf g . . .
Huruf g
Yang dimaksud dengan “Manajemen Keselamatan dan Pencegahan Pencemaran dari kapal” adalah satu kesatuan  sistem dan  prosedur  serta  mekanisme  yang  tertulis  dan terdokumentasi bagi  perusahaan angkutan laut  dan kapal niaga untuk pengaturan, pengelolaan, pengawasan, dan peninjauan ulang serta peningkatan  terus menerus dalam  rangka memastikan dan mempertahankan terpenuhinya seluruh kesesuaian terhadap standar keselamatan dan pencegahan pencemaran  yang  dipersyaratkan  dalam ketentuan internasional  yang  terkait  dengan  manajemen keselamatan kapal dan pencegahan pencemaran.

Huruf h
Yang dimaksud dengan “Manajemen Keamanan Kapal” adalah satu kesatuan sistem dan prosedur dan mekanisme yang tertulis dan terdokumentasi bagi perusahaan angkutan laut dan kapal niaga untuk pengaturan, pengelolaan, pengawasan, dan peninjauan ulang serta peningkatan terus menerus dalam rangka memastikan terpenuhinya seluruh kesesuaian terhadap kesiapan kapal menghadapi, mempertahankan, dan menjaga keamanan kapal dalam rangka meningkatkan keselamatan kapal.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 118
Cukup jelas.

Pasal 119
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “ketentuan internasional” adalah ketentuan yang  diterbitkan  oleh  International Authority  of  Lighthouse Association (IALA), antara lain yang mengatur standardisasi serta  kecukupan  dan  keandalan  Sarana  Bantu Navigasi-Pelayaran (SBNP) dan International Telecommunication Union (ITU) dan International Maritime Pilotage Association (IMPA).

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 120
Cukup jelas.



Psal 121 . . .
Pasal 121
Yang dimksud dengan “Sistem pengamanan fasilitas pelabuhan” adalah prosedur pengamanan di fasilitas pelabuhan pada semua tingkatan keamanan (security level).
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Sarana dan prasarana pengamanan fasilitas pelabuhan meliputi pagar pengaman, pos  penjagaan,  peralatan  monitor,  peralatan detektor, peralatan komunikasi, dan penerangan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Sistem komunikasi” adalah tata cara berhubungan atau komunikasi internal fasilitas pelabuhan, komunikasi antara  koordinator  keamanan  pelabuhan  dengan  fasilitas pelabuhan dan dengan instansi terkait.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “Personel pengaman” adalah personel yang memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan pengamanan sesuai dengan manajemen pengamanan (International Ship and Port Facility Security Code/ISPS Code).

Pasal 122
Cukup jelas.

Pasal 123
Cukup jelas.

Pasal 124
Ayat (1)
Yang dimaksud  dengan  “pengadaan  kapal”  adalah  kegiatan memasukkan kapal dari luar negeri,  baik kapal bekas  maupun kapal baru untuk didaftarkan dalam daftar kapal Indonesia.
Yang dimaksud dengan “pembangunan kapal” adalah pembuatan kapal baru baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang langsung berbendera Indonesia.
Yang dimaksud  dengan  “pengerjaan  kapal”  adalah  tahapan  pekerjaan dan kegiatan pada saat dilakukan perombakan, perbaikan, dan perawatan kapal.



Yang . . .

Yang dimaksud dengan “perlengkapan kapal” adalah bagian yang termasuk dalam perlengkapan navigasi, alat penolong, penemu (smoke detector) dan pemadam kebakaran, radio dan elektronika kapal, dan peta-peta serta publikasi nautika, serta perlengkapan pengamatan meteorologi untuk kapal dengan ukuran dan daerah pelayaran tertentu.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 125
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “perombakan” adalah perombakan konstruksi dan memerlukan pengesahan gambar dan perhitungan konstruksi karena  mengubah  fungsi,  stabilitas,  struktur,  dan  dimensi kapal.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 126
Ayat (1)
Sertifikat keselamatan diberikan kepada semua jenis kapal ukuran GT 7 (tujuh Gross Tonnage) atau lebih kecuali:
a.    kapal perang;
b.    kapal negara; dan
c.    kapal yang digunakan untuk keperluan olah raga.

Ayat (2)
Huruf a
Jenis sertifikat kapal penumpang antara lain:
1.      Sertifikat Keselamatan Kapal Penumpang (meliputi keselamatan konstruksi, perlengkapan, dan radio kapal); dan
2.      Sertifikat Pembebasan (sertifikat yang memperbolehkan bebas dari beberapa persyaratan yang harus dipenuhi).




Huruf b . . .
Huruf b
Jenis-jenis sertifikat keselamatan kapal barang sesuai dengan SOLAS 1974 antara lain:
1.      Sertifikat Keselamatan Kapal Barang;
2.      Sertifikat Keselamatan Konstruksi Kapal Barang;
3.      Sertifikat Keselamatan Perlengkapan Kapal Barang;
4.      Sertifikat Keselamatan Radio Kapal                   Barang; dan
5.      Sertifikat Pembebasan (sertifikat yang memperbolehkan bebas dari beberapa persyaratan yang harus dipenuhi).

Huruf c
Sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal penangkap ikan sebagai bukti terpenuhinya persyaratan keselamatan kapal dan pengawakan.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Yang dimaksud  dengan  “pejabat  pemerintah”  adalah  pejabat pemeriksa keselamatan kapal yang mempunyai kualifikasi dan keahlian di bidang keselamatan yang diangkat oleh Menteri.

Pasal 127
Cukup jelas.

Pasal 128
Cukup jelas.

Pasal 129
Cukup jelas.

Pasal 130
Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “sewaktu waktu” adalah di luar jadwal yang ditentukan untuk perawatan berkala, karena adanya kebutuhan.




Ayat (3) . . .
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” adalah diberikannya keringanan terhadap persyaratan keselamatan kapal dalam kondisi sebagai berikut:
a.      kapal yang melakukan percobaan berlayar;
b.      kapal yang digunakan dalam penanggulangan bencana;
c.       kapal berlayar dalam cuaca buruk dan/atau mengalami musibah yang  mengakibatkan  rusak  atau  hilangnya perlengkapan kapal;
d.      kapal yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pencarian dan pertolongan;
e.       kapal berlayar menuju galangan untuk perbaikan (docking);
atau
f.        kapal dengan jenis, kategori, ukuran, konstruksi, atau bahan utamanya, dengan  mempertimbangkan  daerah-pelayarannya tidak efisien apabila harus memasang perlengkapan keselamatan tertentu atau alat komunikasi tertentu.
Sebagai contoh kapal dengan jenis, kategori, ukuran, konstruksi, atau bahan  utamanya,  harus  memenuhi  persyaratan  sesuai dengan ketentuan  internasional,  tetapi  karena  daerah- pelayarannya lokal dan dekat maka persyaratan peralatan keselamatannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

Pasal 131
Cukup jelas.

Pasal 132
Cukup jelas.

Pasal 133
Cukup jelas.

Pasal 134
Cukup jelas.

Pasal 135
Cukup jelas.

Pasal 136
Cukup jelas.

Pasal 137
Cukup jelas.




Pasal 138 . . .
Pasal 138
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “operator kapal” adalah setiap orang yang berdasarkan alas  hak  tertentu  dengan  pemilik  kapal mengoperasikan kapal.

Pasal 139
Yang dimaksud dengan “menyimpang dari rute” adalah tindakan yang dilakukan oleh  Nakhoda  dalam  rangka  penyelamatan  dalam  hal  terjadinya gangguan cuaca seperti badai tropis (tropical cyclone) atau taifun (hurricane).
Yang dimaksud  dengan  “tindakan  lainnya  yang  diperlukan”  yaitu tindakan yang harus dilakukan Nakhoda  untuk   melakukan pertolongan setelah mendengar isyarat bahaya (distress signal) dari kapal lain yang menyatakan “I’m in danger and required immediate assitance” (Convention on the International Regulations for Preventing Collisions at Sea, 1972/COLREGs).

Pasal 140
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud  dengan  “dewan  kapal”  adalah  dewan  yang dibentuk di atas kapal yang terdiri atas perwira kapal dengan tugas membantu  dan  memberikan  saran  kepada  pengganti sementara Nakhoda dalam menjalankan kewenangannya.

Ayat (5)



Cukup jelas.

Pasal 141 . . .
Pasal 141
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “buku harian kapal (log  book)  adalah  catatan yang memuat keterangan mengenai  berbagai  hal  yang  terkait dengan operasional kapal.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “dapat dijadikan alat bukti” adalah buku harian kapal merupakan catatan otentik sehingga dapat  digunakan untuk membuktikan terjadinya peristiwa atau keberadaan seseorang di kapal.

Pasal 142
Cukup jelas.

Pasal 143
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “berperilaku yang tidak layak” antara lain:
a.      mempengaruhi orang lain untuk mogok kerja, terlambat melakukan dinas jaga dan/atau melawan perintah atasan;
b.      mengucapkan             kata-kata           yang         bersifat          menghina, memfitnah, dan/atau tidak santun;
c.       memiliki minuman keras, material pornografi, dan/atau



obat terlarang; atau
d.      berjudi, mabuk, dan tindakan asusila.

Ayat (2) . . .
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 144
Cukup jelas.

Pasal 145
Cukup jelas.

Pasal 146
Cukup jelas.

Pasal 147
Cukup jelas.

Pasal 148
Cukup jelas.

Pasal 149
Cukup jelas.

Pasal 150
Cukup jelas.

Pasal 151
Cukup jelas.

Pasal 152
Cukup jelas.

Pasal 153
Cukup jelas.

Pasal 154
Cukup jelas.

Pasal 155



Ayat (1)
Cukup jelas.


Ayat (2) . . .
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “metode pengukuran dalam negeri” adalah metode pengukuran yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia yang diterapkan pada kapal Indonesia yang tidak tunduk pada ketentuan Konvensi Internasional tentang Pengukuran Kapal (International on Tonnage Measurent of Ship 1969/TMS 1969).
Huruf b
Yang dimaksud dengan “metode pengukuran internasional” adalah metode pengukuran yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia berdasarkan Konvensi Internasional tentang Pengukuran Kapal (International on Tonnage Measurent of Ship 1969/TMS 1969).
Huruf c
Yang dimaksud dengan “metode pengukuran khusus” dipergunakan untuk pengukuran dan penentuan tonase kapal yang akan melewati terusan tertentu antara lain metode pengukuran terusan Suez dan metode pengukuran terusan Panama.

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 156
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “tanda selar” adalah rangkaian huruf dan angka yang terdiri dari GT,  angka yang menunjukan besarnya tonase kotor,  nomor  surat  ukur,  dan  kode  pengukuran  dari pelabuhan yang menerbitkan surat ukur.
Contoh :


Text Box: GT 123 No 45/Ba



GT       : Singkatan dari Gross Tonnage
123      : Angka tonase kotor kapal No.          : Singkatan dari nomor
45        : Nomor surat ukur

Ba . . .
Ba : Kode pengukuran dari pelabuhan yang menerbitkan surat  ukur (Ba adalah kode pengukuran dari pelabuhan Tanjung Priok)

Pasal 157
Cukup jelas.

Pasal 158
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pendaftaran kapal” adalah pendaftaran hak milik atas kapal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “grosse akta pendaftaran” adalah salinan resmi dari minut (asli dari akta pendaftaran).
Bukti hak milik atas kapal merupakan dokumen kepemilikan yang disampaikan oleh pemilik kapal pada saat mendaftarkan kapalnya antara lain berupa:
1.      Bagi kapal bangunan baru
a)    kontrak pembangunan kapal;
b)    berita acara serah terima kapal; dan
c)    surat keterangan galangan.

2.      Bagi kapal yang pernah didaftar di negara lain
a)    bill of sale; dan
b)     protocol of delivery and acceptance.

Ayat (5)



Yang dimaksud dengan “tanda pendaftaran” merupakan rangkaian angka dan huruf yang terdiri atas angka tahun pendaftaran, kode pengukuran dari tempat kapal didaftar, nomor urut akta pendaftaran, dan kode kategori kapal.


Contoh : . . .


Text Box: 2008 Pst No. 49991L
Contoh :
2008 : Tahun pendaftaran kapal
Pst : Kode pengukuran dari tempat kapal di daftar

No. : Nomor
4999 : Nomor akta pendaftaran kapal
L             :  Kode kategori kapal (L kode kategori untuk kapal laut,     N kode kategori untuk kapal nelayan, P kode kategori untuk kapal pedalaman yaitu kapal yang berlayar di sungai dan danau)

Pasal 159
Cukup jelas.

Pasal 160
Cukup jelas.

Pasal 161
Cukup jelas.

Pasal 162
Cukup jelas.

Pasal 163
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Surat Laut”, “Pas Besar”, dan “Pas Kecil” adalah Surat Tanda Kebangsaan Kapal yang diberikan sebagai legalitas untuk dapat mengibarkan bendera Indonesia sebagai bendera kebangsaan kapal termasuk kapal penangkap ikan.
Ayat (3)
Yang dimaksud “perairan sungai dan danau” meliputi sungai, danau, waduk, kanal, terusan, dan rawa.



Pasal 164
Cukup jelas.

Pasal 165
Cukup jelas.

Pasal 166 . . .
Pasal 166
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “identitas kapal” adalah nama kapal dan pelabuhan tempat kapal didaftar yang dicantumkan pada badan kapal, bendera kebangsaan yang dikibarkan pada buritan kapal sesuai dengan  Surat  Tanda  Kebangsaan  yang  diberikan  oleh Pemerintah negara yang bersangkutan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 167
Cukup jelas.

Pasal 168
Cukup jelas.

Pasal 169
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kapal untuk jenis dan ukuran tertentu” adalah kapal barang dengan ukuran GT 500 (lima ratus Gross  Tonnage) atau lebih dan kapal penumpang semua ukuran yang melakukan pelayaran internasional, sedangkan untuk kapal yang berlayar di dalam negeri jenis dan ukurannya akan ditetapkan tersendiri.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “lembaga yang diberikan kewenangan oleh Pemerintah” adalah badan klasifikasi yang diakui Pemerintah.

Ayat (5)



Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.


Pasal 170 . . .
Pasal 170
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “ukuran tertentu” adalah kapal barang dengan ukuran GT 500 (lima ratus Gross Tonnage) atau lebih dan kapal penumpang semua  ukuran  yang  melakukan  pelayaran internasional, sedangkan untuk kapal yang berlayar di dalam negeri jenis dan ukurannya akan ditetapkan tersendiri.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Untuk kapal yang berlayar di dalam negeri pengaturan mengenai sertifikat ditetapkan tersendiri.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 171
Cukup jelas.

Pasal 172
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kepentingan tertentu lainnya” antara lain penandaan wilayah negara di pulau terluar antara lain berupa menara suar.

Ayat (3)



Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang- undangan” adalah sesuai dengan ketentuan nasional dan memperhatikan ketentuan internasional.
Ketentuan nasional yaitu Standar Nasional Indonesia yang berkaitan dengan Sistem Pelampungan “A” (standar navigasi yang mengacu pada standar Eropa).


Ketentuan . . .
Ketentuan internasional yaitu:
1)            United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 82)
yang berkaitan dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI);
2)       Safety of  Life  at  Sea  (SOLAS)  yang  berkaitan  dengan keselamatan navigasi (Safety of Navigation-Chapter V);
3)      Ketentuan yang dikeluarkan oleh International Maritime Organization (IMO) yang berkaitan dengan Resolusi tentang keselamatan navigasi (Safety of Navigation);
4)      Ketentuan yang dikeluarkan oleh International Hydrography Organization (IHO) yang berkaitan dengan hidrografi; dan
5)           Ketentuan yang dikeluarkan oleh International Association Marine  Aids  to  Navigation  and  Lighthouse  Authorities   (IALA) yang berkaitan dengan rekomendasi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran.

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “dalam keadaan  tertentu”  adalah  apabila Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dipergunakan untuk mendukung kegiatan yang bukan untuk kepentingan umum antara    lain    anjungan    minyak    (oil    platform),    pengerukan, salvage, dan terminal khusus di lokasi tertentu.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 173
Cukup jelas.

Pasal 174
Cukup jelas.

Pasal 175



Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “hambatan” adalah keadaan yang dapat mengganggu atau menghalangi lalu lintas angkutan di perairan antara lain kerangka kapal di alur-pelayaran.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3) . . .
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 176
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud  dengan  “kapal  tertentu”  adalah  kapal perang, kapal negara, kapal rumah sakit, kapal yang memasuki suatu pelabuhan khusus untuk keperluan meminta pertolongan atau  kapal yang  memberi  pertolongan  jiwa  manusia,  kapal  yang  melakukan percobaan berlayar, dan kapal swasta yang melakukan tugas pemerintahan.

Pasal 177
Cukup jelas.

Pasal 178
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud  dengan  “ketentuan  peraturan  perundang- undangan” adalah ketentuan nasional dan ketentuan internasional di bidang telekomunikasi, antara lain:
1.      Ketentuan nasional yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi; dan
2.       Ketentuan internasional, yaitu International Telecommunication Union (ITU) yang telah diratifikasi terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 80  Tahun  2004  tentang  Pengesahan  Instruments Amending The Constitution  and  The  Convention  of  The International Telecommunication Union, Marrakesh, 2002 (Instrumen Perubahan Konstitusi dan Konvensi Perhimpunan Telekomunikasi Internasional,  Marrakesh  2002)  dan International Maritime Organization (IMO).



Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 179 . . .
Pasal 179
Cukup jelas.

Pasal 180
Cukup jelas.

Pasal 181
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “hambatan” antara lain adalah adanya gangguan frekuensi yang penggunaannya tidak sesuai dengan peruntukannya.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 182
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 183
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “komunikasi marabahaya” adalah komunikasi yang menunjukkan adanya stasiun atau unit bergerak atau orang lain dalam keadaan benar-benar bahaya dan membutuhkan pertolongan segera (MAYDAY MAYDAY MAYDAY).
Yang dimaksud dengan “komunikasi segera” adalah komunikasi yang berisikan informasi untuk meminta pertolongan terhadap orang yang sakit di atas kapal atau informasi untuk meminta pertolongan terhadap orang jatuh di laut (PAN PAN PAN).



Yang       dimaksud          dengan         “komunikasi           keselamatan”            adalah komunikasi yang berisi informasi tentang:
a.      adanya pergeseran posisi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
b.      padamnya Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
c.       adanya pengeboran minyak pada suatu posisi di alur-pelayaran;
d.      munculnya sebuah karang;

e.      adanya . . .
e.       adanya benda terapung yang membahayakan-pelayaran;
f.        dukungan untuk operasi pencarian dan pertolongan (Search and Rescue); atau
g.       pelaporan adanya kapal misterius (phantom ship).

(SECURITY SECURITY SECURITY)
Yang dimaksud dengan “siaran tanda waktu standar” adalah pancaran tanda waktu untuk kapal, stasiun pantai, dan pihak lain yang memerlukan informasi waktu dan mencocokkan kronometer.

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 184
Cukup jelas.

Pasal 185
Cukup jelas.

Pasal 186
Ayat (1)
Huruf a Cukup jelas.

Huruf b Cukup jelas.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “awak kapal tertentu” adalah perwira nautika yang bertanggung jawab terhadap keadaan cuaca.

Ayat (2)



Cukup jelas.

Pasal 187
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.


Ayat (3) . . .

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 188
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “sebagian penyelenggaraan alur-pelayaran” adalah alur yang menuju ke terminal khusus.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 189
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kepentingan lainnya” antara lain pembangunan pelabuhan,  penahan  gelombang,  penambangan, dan bangunan lainnya yang memerlukan pekerjaan pengerukan yang dapat mengakibatkan terganggunya alur-pelayaran.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 190
Cukup jelas.

Pasal 191
Cukup jelas.

Pasal 192



Cukup jelas.

Pasal 193
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “wilayah tertentu” antara lain perairan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), jalur Traffic Separation Scheme (TSS), area Ship to Ship Transfer (STS), perairan yang telah ditetapkan Ship Reporting System (SRS).

Yang . . .
Yang dimaksud dengan “semua informasi” adalah informasi yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan pelayaran.

Pasal 194
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “terus menerus, langsung, dan secepatnya” adalah berlayar dari laut bebas melintas perairan Indonesia dan langsung menuju ke laut bebas lainnya sesuai dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut).

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “keadaan darurat” adalah kapal yang mengalami musibah atau memberikan pertolongan kepada orang atau kapal yang sedang mengalami musibah.

Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 195
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.



Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “memberikan jaminan” adalah kewajiban  bagi pemilik atau operator untuk memiliki jaminan asuransi atau menempatkan sejumlah  uang  sebagai  jaminan  untuk menggantikan biaya pembongkaran bangunan atau instalasi yang tidak digunakan lagi oleh pemilik atau operator.

Pasal 196 . . .
Pasal 196
Cukup jelas.

Pasal 197
Cukup jelas.

Pasal 198
Ayat (1)
Yang dimaksud  dengan  “perairan  wajib  pandu”  adalah  suatu wilayah perairan yang karena kondisinya wajib dilakukan pemanduan bagi  kapal  berukuran  GT  500  (lima  ratus  Gross Tonnage) atau lebih.
Yang dimaksud dengan “perairan pandu luar biasa” adalah suatu wilayah perairan yang karena kondisi perairannya tidak wajib dilakukan pemanduan tetapi apabila Nakhoda memerlukan dapat mengajukan permintaan jasa pemanduan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Pelimpahan pemanduan kepada Badan Usaha Pelabuhan dilaksanakan pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial atau terminal khusus.
Yang dimaksud dengan “dapat dilimpahkan” adalah untuk memenuhi kebutuhan, sesuai persyaratan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta dapat dicabut apabila pelaksanaan tugasnya tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Ayat (4)
Cukup jelas.




Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 199
Cukup jelas.

Pasal 200
Cukup jelas.

Pasal 201 . . .
Pasal 201
Cukup jelas.

Pasal 202
Cukup jelas.

Pasal 203
Cukup jelas.

Pasal 204
Cukup jelas.

Pasal 205
Cukup jelas.

Pasal 206
Cukup jelas.

Pasal 207
Ayat (1)
Pelaksanaan penegakan  hukum  di bidang  keselamatan  dan keamanan pelayaran oleh Syahbandar dilakukan di dalam wilayah Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Persyaratan kompetensi berlaku juga pada Syahbandar di pelabuhan perikanan yang diatur dalam Undang-Undang  Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.




Pasal 208
Cukup jelas.

Pasal 209
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.


Huruf c . . .
Huruf c
Yang dimaksud dengan “penerbitan persetujuan kegiatan kapal di pelabuhan” antara lain menerbitkan izin untuk kegiatan pengelasan, pembersihan  tangki  (tank  cleaning),  perpindahan sandar kapal, melarang atau mengizinkan orang naik ke atas  kapal, dan alih muat barang.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h
Cukup jelas.

Pasal 210
Cukup jelas.

Pasal 211
Cukup jelas.

Pasal 212
Ayat (1)



Yang dimaksud dengan “ketentuan internasional” adalah mengenai sistem keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan (International Ship and Port Facility Security Code/ISPS Code).
Yang dimaksud  dengan  “Syahbandar  bertindak  selaku  komite keamanan pelabuhan (port security commitee)” adalah Syahbandar atas nama Pemerintah selaku Designated Authority (DA) berwenang menentukan tingkat keamanan di pelabuhan (security level).

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “dapat meminta bantuan” adalah Syahbandar berhak  meminta  dukungan  dan  bantuan  apabila diperlukan antara lain jika terjadi tindak pidana atau kriminal.


Ayat (3) . . .
Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 213
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “surat dan dokumen kapal” antara lain Surat Ukur, Surat Tanda Kebangsaan Kapal, Sertifikat Keselamatan, Sertifikat Garis Muat, Sertifikat Pengawakan Kapal, dan dokumen muatan.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 214
Yang dimaksud dengan “warta kapal” adalah informasi tentang kondisi umum kapal dan muatannya (ship condition).

Pasal 215



Yang dimaksud dengan “petunjuk serta perintah Syahbandar” antara lain menolak kedatangan kapal, memerintahkan perpindahan kapal,  dan menentukan tempat labuh jangkar.

Pasal 216
Cukup jelas.

Pasal 217
Cukup jelas

Pasal 218
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “dalam keadaan tertentu” adalah apabila Syahbandar mendapat laporan adanya indikasi bahwa kapal tidak memenuhi persyaratan kelaiklautan dan keamanan.


Ayat (2) . . .
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang- undangan” meliputi konvensi internasional yang mengatur mengenai port state control.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 219
Ayat (1)
Surat Persetujuan Berlayar yang dalam kelaziman internasional disebut port clearance diterbitkan setelah dipenuhinya persyaratan kelaiklautan kapal dan kewajiban lainnya.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 220
Cukup jelas.




Pasal 221
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Yang dimaksud “dapat” adalah apabila dari hasil pemeriksaan pendahuluan terdapat keterangan dan/atau bukti awal mengenai kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh Nakhoda dan/atau perwira kapal.

Pasal 222
Cukup jelas

Pasal 223 . . .
Pasal 223
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “klaim-pelayaran (maritime claim)” sesuai dengan ketentuan mengenai penahanan kapal (arrest of ships), timbul karena:
a.      kerugian atau kerusakan yang disebabkan oleh pengoperasian kapal;
b.      hilangnya nyawa atau luka parah yang terjadi baik di daratan atau perairan atau laut yang diakibatkan oleh pengoperasian kapal;
c.       kerusakan terhadap lingkungan, kapalnya, atau barang muatannya sebagai  akibat  kegiatan  operasi  salvage  atau perjanjian tentang salvage;
d.      kerusakan atau  ancaman  kerusakan  terhadap  lingkungan,  garis pantai atau kepentingan lainnya yang disebabkan oleh kapal, termasuk  biaya  yang  diperlukan  untuk  mengambil  langkah pencegahan kerusakan terhadap lingkungan, kapalnya, atau barang muatannya, serta untuk pemulihan lingkungan sebagai akibat terjadinya kerusakan yang timbul;
e.      biaya-biaya atau pengeluaran yang berkaitan dengan pengangkatan, pemindahan, perbaikan, atau terhadap kapal, termasuk juga biaya penyelamatan kapal dan awak kapal;
f.        biaya pemakaian atau pengoperasian atau penyewaan kapal yang tertuang dalam perjanjian pencarteran (charter party) atau lainnya;



g.      biaya pengangkutan barang atau penumpang di atas kapal,  yang tertuang dalam perjanjian pencarteran atau lainnya;
h.      kerugian atau kerusakan barang termasuk peti atau koper yang diangkut di atas kapal;
i.        kerugian dan kerusakan kapal dan barang karena terjadinya peristiwa kecelakaan di laut (general average);
j.        biaya penarikan kapal (towage);
k.      biaya pemanduan (pilotage);
l.        biaya barang, perlengkapan, kebutuhan kapal, Bahan Bakar Minyak atau bunker, peralatan kapal termasuk peti kemas yang disediakan untuk  pelayanan  dan  kebutuhan  kapal  untuk pengoperasian, pengurusan, penyelamatan atau pemeliharaan kapal;
m.   biaya pembangunan,  pembangunan  ulang  atau  rekondisi, perbaikan, mengubah atau melengkapi kebutuhan kapal;
n.      biaya pelabuhan, kanal, galangan, bandar, alur pelayaran, dan/atau biaya pungutan lainnya;
o.      gaji . . .
o.      gaji dan lainnya yang terutang bagi Nakhoda, perwira dan Anak Buah Kapal serta lainnya yang dipekerjakan di atas kapal termasuk biaya untuk repatriasi, asuransi sosial untuk kepentingan mereka;
p.      pembiayaan atau disbursements yang dikeluarkan untuk kepentingan kapal atas nama pemilik kapal;
q.      premi asuransi (termasuk “mutual insurance call”) kapal yang harus dibayar oleh pemilik kapal atau  pencarter  kapal  tanpa  Anak Buah Kapal atau bare boat (demise charterer);
r.       komisi, biaya, perantara atau broker atau keagenan yang harus dibayar berkaitan dengan kapal atas nama pemilik kapal tanpa Anak Buah Kapal (demise charterer);
s.       biaya sengketa berkenaan dengan status kepemilikan kapal;
t.        biaya sengketa yang terjadi di antara rekan pemilikan kapal (co- owner) berkenaan dengan pengoperasian dan penghasilan atau hasil tambang kapal;
u.      biaya gadai atau hipotek kapal atau pembebanan lain yang sifatnya sama atas kapal; dan
v.       biaya sengketa yang timbul dari perjanjian penjualan kapal.

Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 224
Ayat (1)



Yang dimaksud  dengan  “dokumen  pelaut”  adalah  dokumen identitas pelaut dan perjanjian kerja laut. Dokumen identitas pelaut antara lain terdiri atas Buku Pelaut dan Kartu Identitas Pelaut.
Yang dimaksud dengan “disijil” adalah dimasukkan dalam buku daftar awak kapal yang disebut buku sijil yang berisi daftar awak kapal yang bekerja di atas kapal sesuai dengan jabatannya dan tanggal naik turunnya yang disahkan oleh Syahbandar.

Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 225
Cukup jelas.
Pasal 226
Cukup jelas.


Pasal 227 . . .
Pasal 227
Cukup jelas.

Pasal 228
Cukup jelas.

Pasal 229
Cukup jelas

Pasal 230
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penanggung jawab unit kegiatan lain di perairan” antara  lain  pengelola  unit  pengeboran  minyak  dan fasilitas penampungan minyak di perairan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “institusi yang berwenang untuk penanganan lebih lanjut” adalah institusi yang menangani pengendalian pencemaran secara nasional.



Pasal 231
Cukup jelas.

Pasal 232
Cukup jelas.

Pasal 233
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan limbah bahan berbahaya dan beracun termasuk juga limbah radioaktif.

Pasal 234
Cukup jelas.

Pasal 235 . . .
Pasal 235
Cukup jelas.

Pasal 236
Cukup jelas.

Pasal 237
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “limbah” antara lain dapat berupa limbah minyak, bahan kimia, bahan berbahaya dan beracun,  sampah, serta kotoran.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 238
Cukup jelas.

Pasal 239
Ayat (1)
Yang dimaksud  dengan  “lokasi  tertentu”  adalah  pembuangan limbah tidak  boleh  dilakukan  pada alur-pelayaran,  kawasan lindung, kawasan  suaka  alam,  taman  nasional,  taman wisata



alam, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, sempadan pantai, kawasan terumbu karang, kawasan mangrove, kawasan perikanan dan budidaya, kawasan pemukiman, dan daerah sensitif terhadap pencemaran.
Yang dimaksud  dengan  “pembuangan  limbah”  termasuk  juga berupa kerangka kapal.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 240
Cukup jelas.

Pasal 241
Ayat (1)
Yang dimaksud ”penutuhan kapal” adalah kegiatan pemotongan dan penghancuran kapal yang tidak digunakan lagi dengan aman dan berwawasan  lingkungan  (safe  and  environmentally  sound manner).

Ayat (2) . . .
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 242
Cukup jelas.

Pasal 243
Cukup jelas.

Pasal 244
Ayat (1)
Yang       dimaksud          dengan         “bahaya”         adalah         ancaman          yang disebabkan oleh faktor eksternal dan internal dari kapal.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “orang” termasuk juga orang  yang  berada di menara suar yang ditemukan dalam keadaan bahaya.

Yang dimaksud dengan “pihak lain” antara lain Nakhoda kapal lain yang berada di sekitar lokasi bahaya, stasiun radio pantai dan pejabat berwenang terdekat yang memilki  kewenangan untuk  menindaklanjuti proses kecelakaan tersebut.




Ayat (4)
Pelaporan oleh  Nakhoda  dilakukan  untuk  setiap  bahaya  bagi keselamatan kapal, baik yang terjadi di dalam maupun luar negeri, baik yang mengakibatkan atau dapat mengakibatkan kerusakan pada alur atau bangunan di perairan yang dapat mengganggu keselamatan berlayar maupun tidak.
Yang dimaksud dengan “melaporkan” adalah menyampaikan berita bahaya bagi keselamatan kapal dengan cara sistem telekomunikasi antara lain melalui Stasiun Radio Pantai, Vessel Traffic Information System (VTIS), semaphore, morse serta sarana lain yang dapat digunakan untuk menyampaikan berita atau menarik perhatian bagi pihak lain.

Pasal 245
Cukup jelas.

Pasal 246
Cukup jelas.

Pasal 247 . . .
Pasal 247
Yang dimaksud dengan “pihak lain” antara lain Nakhoda kapal  lain  yang berada di sekitar lokasi kecelakaan, stasiun radio pantai dan pejabat berwenang terdekat yang memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti proses kecelakaan tersebut.

Pasal 248
Yang dimaksud dengan “melaporkan” adalah menyampaikan berita kecelakaan kapal  dengan  cara  sistem  telekomunikasi  antara  lain melalui Stasiun Radio Pantai, Vessel Traffic Information System (VTIS),  semaphore, morse  serta  sarana  lain  yang  dapat  digunakan  untuk menyampaikan berita atau menarik perhatian bagi pihak lain.

Pasal 249
Yang dimaksud dengan “dibuktikan lain” adalah berdasarkan pembuktian telah  dilakukan  upaya  dan  melaksanakan  kewajiban  berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.




Pasal 252
Cukup jelas.

Pasal 253
Cukup jelas.

Pasal 254
Cukup jelas.

Pasal 255
Cukup jelas.

Pasal 256
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Komite Nasional Keselamatan Transportasi adalah institusi  yang  diberi  kewenangan  untuk  melakukan  investigasi sebab terjadinya kecelakaan.


Ayat (2) . . .
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Hasil investigasi yang dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi disampaikan kepada Menteri yang disertai dengan rekomendasi untuk memperbaiki kebijakan yang terkait dengan sistem, sarana dan prasarana transportasi, serta sumber daya manusia.

Pasal 257
Cukup jelas.

Pasal 258
Cukup jelas.

Pasal 259
Cukup jelas.




Pasal 262
Cukup jelas.

Pasal 263
Cukup jelas.

Pasal 264
Cukup jelas.

Pasal 265
Cukup jelas.

Pasal 266
Cukup jelas.

Pasal 267
Cukup jelas.


Pasal 268 . . .
Pasal 268
Cukup jelas.

Pasal 269
Ayat (1)
Sistem informasi pelayaran bertujuan untuk memberikan informasi di bidang angkutan perairan dan kepelabuhanan serta terjaminnya keselamatan dan keamanan pelayaran dan memberikan perlindungan lingkungan maritim.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.



Pasal 273
Cukup jelas.

Pasal 274
Cukup jelas.

Pasal 275
Cukup jelas.

Pasal 276
Cukup jelas.

Pasal 277
Cukup jelas.

Pasal 278
Cukup jelas.



Pasal 279
Cukup jelas.

Pasal 280
Cukup jelas.

Pasal 281
Cukup jelas.




Pasal 280 . . .



Pasal 282
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penyidik lainnya” adalah penyidik sesuai dengan ketentuan  peraturan  perundang-undangan  antara  lain Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 283
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud  dengan    melakukan  tindakan  lain  menurut  hukum yang bertanggung jawab” adalah bahwa dalam melaksanakan tugasnya penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.




Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 284
Cukup jelas.

Pasal 285
Cukup jelas.

Pasal 286
Cukup jelas.

Pasal 287
Cukup jelas.

Pasal 288
Cukup jelas.


Pasal 289 . . .


Pasal 289
Cukup jelas.

Pasal 290
Cukup jelas.

Pasal 291
Cukup jelas.

Pasal 292
Cukup jelas.

Pasal 293
Cukup jelas.

Pasal 294
Cukup jelas.

Pasal 295
Cukup jelas.

Pasal 296
Cukup jelas.




Pasal 297
Cukup jelas.

Pasal 298
Cukup jelas.

Pasal 299
Cukup jelas.

Pasal 300
Cukup jelas.

Pasal 301
Cukup jelas.

Pasal 302
Cukup jelas.


Pasal 303 . . .
Pasal 303
Cukup jelas.

Pasal 304
Cukup jelas.

Pasal 305
Cukup jelas.

Pasal 306
Cukup jelas.

Pasal 307
Cukup jelas.

Pasal 308
Cukup jelas.

Pasal 309
Cukup jelas.

Pasal 310
Cukup jelas.



Pasal 311
Cukup jelas.

Pasal 312
Cukup jelas.

Pasal 313
Cukup jelas.

Pasal 314
Cukup jelas.

Pasal 315
Cukup jelas.

Pasal 316
Cukup jelas.

Pasal 317
Cukup jelas.

Pasal 318 . . .
Pasal 318
Cukup jelas.

Pasal 319
Cukup jelas.

Pasal 320
Cukup jelas.

Pasal 321
Cukup jelas.

Pasal 322
Cukup jelas.

Pasal 323
Cukup jelas.

Pasal 324
Cukup jelas.

Pasal 325
Cukup jelas.



Pasal 326
Cukup jelas.

Pasal 327
Cukup jelas.

Pasal 328
Cukup jelas.

Pasal 329
Cukup jelas.

Pasal 330
Cukup jelas.

Pasal 331
Cukup jelas.

Pasal 332
Cukup jelas.

Pasal 333 . . .
Pasal 333
Cukup jelas.

Pasal 334
Cukup jelas.

Pasal 335
Cukup jelas.

Pasal 336
Cukup jelas.

Pasal 337
Cukup jelas.

Pasal 338
Cukup jelas.

Pasal 339
Ayat (1)
Yang dimaksud  dengan  “izin”  adalah  izin  untuk  membangun fasilitas yang  diterbitkan  oleh  pemerintah  daerah  dan  izin operasional yang tunduk pada Undang-Undang ini.




Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 340
Cukup jelas.

Pasal 341
Cukup jelas.

Pasal 342
Cukup jelas.

Pasal 343
Cukup jelas.

Pasal 344
Ayat (1)
Cukup jelas.


Ayat (2) . . .
Ayat (2)
Penentuan waktu 3 (tiga) tahun dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan waktu yang cukup bagi Pemerintah merencanakan pengembangan pelabuhan dan Badan Usaha Milik Negara. Untuk keperluan pengembangan tersebut atas perintah Menteri dilakukan:
a. evaluasi aset Badan Usaha Milik Negara yang   menyelenggarakan usaha pelabuhan; dan
e. audit secara menyeluruh terhadap aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan usaha pelabuhan.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tetap diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara” adalah Badan Usaha Milik Negara yang didirikan berdasarkan Peraturan  Pemerintah  Nomor  56  Tahun 1991,  Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1991, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun  1991, dan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1991, tetap menyelenggarakan kegiatan usaha di pelabuhan yang meliputi:
a.      kegiatan yang diatur dalam Pasal 90 ayat (1), ayat (2), ayat (3),   dan ayat (4) Undang-Undang ini;



b.      penyediaan kolam pelabuhan sesuai dengan peruntukannya berdasarkan pelimpahan dari Pemerintah dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.       pelayanan jasa  pemanduan  berdasarkan  pelimpahan  dari Pemerintah dan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan; dan
d.      penyediaan dan pengusahaan tanah sesuai kebutuhan berdasarkan pelimpahan dari Pemerintah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.

Pasal 345
Cukup jelas.

Pasal 346
Cukup jelas.

Pasal 347
Cukup jelas.


Pasal 348 . . .
Pasal 348
Cukup jelas.

Pasal 349
Cukup jelas.

Pasal 350
Yang dimaksud dengan “harus ditetapkan” adalah menetapkan beberapa pelabuhan utama sebagai hub internasional termasuk juga mengevaluasi pelabuhan  hub  internasional  yang  telah  ditetapkan sebelum Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 351
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “dievaluasi dan disesuaikan” termasuk keberadaan pelabuhan perikanan yang berada di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan  pelabuhan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 352



Cukup jelas.

Pasal 353
Cukup jelas.

Pasal 354
Cukup jelas.

Pasal 355
Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4849

Post a Comment

0 Comments