DWELLING TIME
A. Pengertian Dwelling Time
Dwelling time memiliki beberapa pengertian berdasarkan berbagai sumber karena definisi dwelling time sendiri dapat berasal dari aspek manapun khususnya aspek pengangkutan.
1. Menurut Manalytics (1979, dalam Merckx, 2005) menyebutkan pengertian dwelling time adalah waktu rata-rata sebuah petikemas berada di terminal pelabuhan dan menunggu aktivitas selanjutnya berlangsung.
2. Menurut kamus transportasi yang mengartikan dwelling time sebagai jumlah hari yang diperlukan sebuah kontainer untuk berubah status misalnya status under inbound load (UIL) ke status empty available lalu pada under outbound load (UOL).
3. Munurut World Bank (2011), dwelling time adalah waktu yang dihitung mulai dari suatu petikemas dibongkar muat dari kapal sampai petikemas tersebut meninggalkan terminal pelabuhan melalui pintu utama.
Dalam rangka mendukung program pemerintah dalam memperlancar arus barang dan menurunkan biaya logistic, perlu dilakukan upaya-upaya yang terpadu dan terarah. Untuk mengukur keberhasilan program pemerintah tersebut “Dwelling Time” telah dijadikan sebagai salah satu alat ukur keberhasilan.
Dwelling Time terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu Pre-Customs Clearance, Customs Clearance, dan Post-Customs Clearance.
1. Pre-Customs Clearance
Waktu yang diperlukan sejak peti kemas dibongkar dari kapal sampai dengan importir melakukan submit Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke Bea Cukai
2. Customs Clearance
Waktu yang dibutuhkan dari sejak PIB diterima sampai dengan diterbitkannya Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) oleh Bea Cukai
3. Post-Customs Clearance.
Waktu yang dibutuhkan dari sejak SPPB sampai dengan pengeluaran barang impor dari Tempat Penimbunan Sementara
B. Penyebab lamanya dwelling time
Adanya proses dwelling time yang memakan waktu cukup lama yakni disebabkan oleh:
1. Kurang koordinasi dan proses kerja yang lamban antara 18 kementrian/ lembaga dalam tahap pre-custom clearance.
2. Rantai birokrasi yang sangat berbelit.
3. Banyaknya importir yang mengurus perizinan setelah barang berada di pelabuhan.
4. Adanya perbedaan jam kerja antara pelabuhan yang beroperasi 24 jam 7 hari seminggu dengan instansi lain yang beroperasi waktu pagi hingga sore dalam 5 hari seminggu.
5. Fasilitas pelabuhan yang kurang memadai.
Kendala utama yang ditemukan dalam dwelling time terdapat pada tahap pre-clearance yaitu lamanya waktu pemrosesan dan penerbitan izin impor barang lartas.
Beberapa penyebab kendala yang dapat diidentifikasi adalah:
Importir tidak atau belum mengetahui bahwa komoditas yang diimpor terkena ketentuan lartas dari instansi teknis; pengurusan perizinan barang lartas masih dilakukan secara manual dengan jumlah dokumen pelengkap yang memperpanjang waktu proses perizinan; pengurusan perizinan impor lartas dilakukan pada masing-masing kantor instansi teknis yang rata-rata berada jauh dari pelabuhan.
Atas kendala yang sudah diidentifikasi, telah dilakukan sejumlah perbaikan berupa:
Sinkronisasi dan simplifikasi peraturan impor barang lartas atau yang sering disebut deregulasi dan debirokratisasi merupakan satu dari tiga kebijakan strategis dalam Paket Kebijakan I Presiden Republik Indonesia;
Proses di luar kendala yaitu tahap customs clearance dan post-clearance tetap dilakukan perbaikan guna menekan angka dwelling time. Perbaikan pada kedua proses ini mencakup kegiatan :
1. Fasilitas pemberitahuan pendahuluan,
2. Pembentukan kawasan pelayanan pabean terpadu (KPPT) seperti dry port Cikarang,
3. Penerapan sistem pintu otomatis,
4. Implementasi Integrated Cargo Release System (I-Care System)
5. Pelaksanaan Peraturan Menteri Perhubungan tentang pemindahan barang yang melewati batas waktu penumpukan (long stay) di pelabuhan-pelabuha utama.
Terkait dengan kendala yang belum dapat teratasi terutama perizinan secara online, usulan disampaikan sebagai saran untuk perbaikan sistem yang berkelanjutan sesuai dengan rencana jangka panjang pembangunan INSW yaitu Single submission berupa penyampaian data terkait permohonan izin impor barang lartas dilakukan secara tunggal yaitu melalui portal INSW, dan secara Inhouse dari tiap-tiap instansi teknis yang akan diintegrasikan dengan portal INSW sebagai atap utama yang menaungi pengajuan dan pembaharuan informasi terkait perkembangan proses pengurusan izin.
Lamanya dwelling time dapat berdampak pada kerugian yang dirasakan masyarakat dan negara. Hal ini dapat dirinci di bawah ini :
1. Kerugian akibat kondisi pelayanan yang buruk.
2. Adanya biaya tambahan karena penumpukan kontainer yang lama di pelabuhan.
3. Banyaknya pungutan liar dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
4. Kinerja logistik yang menurun
C. Tindakan Untuk Menekan Dwelling Time
Dengan mengetahui banyaknya kerugian karena adanya proses dwelling time yang lama, maka perlu dilakukan mitigasi agar proses dwelling time dapat di tekan. Tindakan-tindakan tersebut, yaitu :
· Pembentukan portal INSW :Dengan adanya Indonesia National Single Window (INSW), maka proses perijinan yang melibatkan 18 kementrian/ lembaga dan pelaporan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) secara elektronik dapatterkoneksi melalui INSW dengan submit dokumen secara elektronik di website INSW.
· Peningkatan kapasitas alat bongkar muat :Dengan diadakannya peningkatan alat bongkar muat di pelabuhan, diharapkan dapat mempercepat proses dwelling time.
· Program perbaikan kinerja para operator : Demi meningkatkan efisiensi kinerja operator di pelabuhan diharapkan semua pelaku dapat berkongsi secara bersama-sama yang dapat berpengaruh pada kecepatan layanan pelabuhan.
· Meningkatkan waktu operasional pelabuhan :Meningkatkan waktu operasional pelabuhan menjadi 24 jam yang diharapkan dapat mempercepat proses bongkar muat kargo sehingga dapat menekan proses dwelling time.
· Pengadaan Terminal Peti Kemas :Dalam menjaga Yard Occupancy Ratio (YOR) terminal maka perlu diadakannya terminal peti kemas sebagai layanan bongkar muat barang dari dan ke kapal agar dapat meringkas waktu bongkar muat barang di pelabuhan.
· Mengoptimalkan peran lembaga Otoritas Pelabuhan di Pelabuhan :Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengkoordinasi instansi/ lembaga agar dapat bekerjasama dengan sinergi yang baik terkait dengan kepengurusan barang ekspor dan impor di pelabuhan.
0 Comments